Pentingnya Stabilitas Emosi dalam Kepemimpinan, Menjaga Daerah dari Pemimpin Temperamental
Oleh : Bahar Korompot
Ketika seseorang berada di posisi kepemimpinan, stabilitas emosi dan ketenangan adalah dua kualitas yang tidak bisa dinegosiasikan. Pemimpin yang mudah terpancing emosi, apalagi yang temperamental, bukan hanya berpotensi merusak citra dirinya, tetapi juga membahayakan rakyat yang dipimpinnya.
Bayangkan seorang pemimpin yang, dalam situasi genting, kehilangan kendali atas emosinya. Kata-kata yang keluar dari mulutnya tajam, penuh amarah, dan keputusan-keputusan yang diambilnya serampangan. Pemimpin seperti ini akan membuat keputusan yang dilandasi bukan oleh nalar dan pertimbangan matang, melainkan oleh ledakan kemarahan sesaat. Akibatnya, kebijakan yang diterapkan bisa sangat merugikan masyarakat luas, dan bahkan berpotensi memecah belah.
Pemimpin yang emosional dan temperamental cenderung memprioritaskan egonya daripada kepentingan umum. Ketika kritik datang, alih-alih menerima masukan dan berbenah diri, ia akan meledak, merasa diserang secara pribadi, dan mengambil tindakan balasan yang merugikan banyak pihak. Ini adalah ciri pemimpin yang tidak siap menerima kenyataan bahwa kepemimpinan bukan soal siapa yang selalu benar, tetapi tentang siapa yang mampu mendengarkan, memahami, dan mengambil langkah terbaik untuk semua orang.
Inilah sebabnya kita harus berhati-hati dalam memilih pemimpin, terutama dalam pemilihan bupati. Seorang bupati adalah figur sentral yang akan menentukan arah pembangunan, kesejahteraan, dan harmoni sosial daerah. Jika pemimpin daerah kita adalah seseorang yang mudah tersulut emosinya, bagaimana mungkin kita berharap adanya pembangunan yang berkelanjutan dan adil?
Kepemimpinan bukan hanya tentang kemampuan memerintah, tetapi juga kemampuan mengendalikan diri. Kehebatan seorang pemimpin bukan hanya diukur dari kecerdasan Intelektual tetapi juga kecerdasan emosionalnya, jika tidak memiliki kecerdasan emosi yang baik maka kecerdasan Intelektualnya akan runtuh. Seorang pemimpin yang tidak bisa menjaga emosinya akan menjadi sumber konflik, bukan solusi. Mari kita jeli memilih calon bupati yang memiliki ketenangan, kebijaksanaan, dan kestabilan emosi. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu meredam amarah, bukan yang menjadikan amarah sebagai alat untuk berkuasa.